Gunata Prajaya Halim Korban Kasus Tumpang Tindih Sertifikat (Overlapping)

Spread the love

Jakarta, Kasus tumpang tindih (Overlapping) sertifikat atas tanah di Kelurahan Cikiwul Kota Bekasi Jawa Barat, yang menjadikan Gunata Prajaya Halim ditahan di Lapas Bulak Kapal dan kini sedang menjalani sidang di PN Kota Bekasi, menyita perhatian elemen masyarakat. Pasalnya, selain adanya tumpang tindih yang terjadi di dua belah tanah yang berdekatan itu, dapat dilihat jelas dari surat atau sertifikat kedua belah pihak bersengketa.

Dan, bila pada kenyataannya terdapat batas-batas titik koordinat yang tumpang tindih, tentunya telah terjadi kesalahan administrasi (mal administrasi) yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Bekasi, sebelum memutuskan untuk menerbitkan suatu sertifikat, karena, dasar petugas ukur BPN adalah luas yang tertera didalam surat tanah/Sertifikat, lalu menentukan titik-titik koordinatnya berdasarkan penunjukan si pemilik surat tanah itu.

Demikian pula si pemilik, sebelum ia memutuskan untuk membeli dan membuat akta jual beli (AJB) sebidang tanah, tentunya berdasarkan petunjuk dari si penjual, baik mengenai batas dan bentuknya, yang menjadi dasar mutlak penerbitan sebuah akta jual beli sebidang tanah.

Dalam kasus perkara yang dialami oleh Gunata Prajaya Halim, dirinya dilaporkan ke Kepolisian Resort Kota Bekasi oleh Koran Purba melalui kuasa hukumnya Albert Purba, dengan tuduhan dan dakwaan melanggar pasal 263 dan 266 KUHP Tentang Pemalsuan Surat, dimana tak secuilpun Gunata memiliki wewenang membuat surat tanah, karena yang berwenang membuat surat tanah alias sertifikat di Indonesia ini adalah Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Akibatnya, Gunata Prajaya Halim langsung ditahan di Lapas Bulak Kapal, sejak Kejaksaan Negeri Kota Bekasi menyatakan berkas perkaranya telah P21, dan khabarnya, ayah Gunata Prajaya Halim, Wahab Halim, turut dijadikan tahanan kota. Saat ini, Gunata juga sudah tujuh kali menjadi pesakitan di meja hijau Pengadilan Negeri Kota Bekasi yang dipimpin ketua majelis Hakim Sorta Ria Neva SH M.Hum.

Kepada Media, Gunata Prajaya Halim melalui sumber terpercayanya belum lama ini mengungkapkan, banyak kejanggalan yang dialami olehnya selama dalam penyidikan diantaranya, dirinya ‘digiring’ oleh penyidik untuk dinyatakan sebagai pembuat keterangan palsu atau pemalsuan surat seperti diatur dalam pasal 263 dan 266 KUHP.

“Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan dari fakta persidangan bahwa ada masa kadaluarsa sebuah kasus, karena kasus ini awalnya sudah dilaporkan pada tahun 2007 tetapi tidak lanjut. Kalau bicara masalah masa kadaluarsa, terkait dengan KUHP kan artinya ditambah 12 tahun dari pelaporan sebelumnya atau dan sejak kasus diketahui, masa kadaluarsanya adalah tahun 2019,” tutur Gunata.

Kejanggalan lainnya, lanjut Gunata, hal ini sudah dirinya utarakan didepan penyidik, masalah overlapping ini sebenarnya adalah kasus Maladministrasi yang artinya, menjadi ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena produknya adalah sama-sama sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat Tata Usaha Negara dan merupakan perkara perdata bukan pidana.

“Sedangkan proses pengukuran dari awal, ketika saya membeli secara AJB, yang menjadi penunjuk batas adalah penjual. Pada saat proses pengukuran untuk penerbitan sertifikat, karena haknya sudah berpindah ke saya, dengan dasar AJB, makanya saya menunjukkan batas Nah, ini yang digiring oleh penyidik bahwa seolah-olah saya yang menunjukkan batas-batasnya, padahal, saat pengukuran juga dihadiri oleh aparat desa.

Disertifikatkan Pada Tahun 1996
Gunata Prajaya menuturkan kepada media, pada tahun 1978, pihaknya membeli sebidang tanah di wilayah Cikiwul dari H. Oding seluas sekitar 2.295M2 diatas akta jual beli (AJB). Setelah akta jual beli terkondisi dan setelah persyaratan terpenuhi, tahun 1998, dilakukan pengajuan permohonan SHM (sertifikat hak milik).

“Pengukuran dilakukan oleh petugas ukur dari PN Kota Bekasi dengan disaksikan aparat desa setempat, sudah beroleh keterangan tidak sengketa dari kelurahan Cikiwul Bantargebang Bekasi, dan proses sesuai prosedur yang ada, empat bulan kemudian kita mendapatkan sertifikat tersebut,” tuturnya.

Ditambahkan, sebelum terbit sertifikat, pihak BPN/Kantor Pertanahan membuat pengumuman di kantor desa dan di kantor pertanahan selama enam puluh hari.

Ketika dipanggil Kepolisian sebagai saksi pada awalnya, dilokasi dilakukan kembali pengukuran ulang terhadap lahan yang dituduhkan tumpang tindih itu, Gunata Sudah menyatakan, kalau memang dirinya tertipu, sehingga mengakibatkan overlapping atas tanah itu, dirinya bersedia kembalikan lahannya dalam hal ini yang bersebelahan dengan pelapor.

Tanah yang dinyatakan tumpang tindih (overlapping) itu ada di dua lokasi, satu overlapping ditanah yang atas nama Gunata Prajaya Halim dengan KP seluas 1.000M2, dan satu lagi atas nama Wahab Halim (orang tua Gunata) seluas 464 M2.

Namun luas Kedua bidang tanah yang diperkarakan tumpang tindih itu, menurut Gunata, luasnya belum valid, karena pengukuran ulang yang dilakukan oleh pihak BPN Bekasi belum lama ini, kordinatnya tidak berdasarkan data ukur yang tertera di surat tanah (sertifikat) kedua belah pihak, melainkan berdasarkan pada titik-titik yang ditunjuk oleh si pelapor secara sepihak.

Pada akhir keterangannya dengan para awak media, melalui sumber terpercayanya, Rabu (27/3/2024), Gunata Prajaya Halim mengharapkan majelis Hakim membatalkan perkara yang menjerat dirinya, dan memulihkan nama baiknya seperti sediakala.