Wisata Halal Harus Jadi Ikon Kebangkitan Budaya Islam

Spread the love

Jakarta, Pariwisata menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Selain itu pariwisata juga merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja, serta mengurangi pengangguran .

Akan tetapi program pariwisata saat ini memerlukan upaya lebih untuk meningkatkan kembali pariwisata pasca pandemi covid yang telah menyerang 2 tahun lebih ini.

Anggota Komisi I DPR RI, H. Teuku Riefky Harsya, M.T mengatakan bahwa selama pandemi covid-19 melanda dunia. Pariwisata merupakan sektor yang paling terdampak karena kebijakan lockdown yang diterapkan terhadap wisatawan.
Hal ini membuat destinasi wisata menjadi sepi pengunjung dan vakum. Hal ini juga berimbas langsung terhadap program wisata halal yang sedang dipromosikan oleh pemerintah, termasuk pemerintahan Aceh.

“Alhamdulillah saat ini kita telah memasuki fase endemi dimana kebijakan lockdown telah resmi dicabut oleh setiap negara, termasuk Indonesia. Hal ini membawa angin segar bagi pariwisata di Indonesia untuk bisa beroperasi secara normal di fase next normal,” kata Riefky.

Menurutnya, dalam kancah global pariwisata adalah sektor yang paling menjanjikan. Global travel market index memprediksikan akan ada 232 juta wisatawan muslim secara global pada tahun 2026 nanti. Sementara itu, menurut Global Islamic Economi Report perputaran uang dan wisata halal diprediksi mencapai 274 miliar dolar pada tahun 2023 mendatang.

“Hal inilah yang membuat banyak negara berlomba-lomba mengembangkan wisata halal,” ujar Riefky selaku narasumber pada Webinar Forum Diskusi Publik yang digelar oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik dengan tema ‘Strategi Branding Kebudayaan untuk Percepatan Pertumbuhan Pariwisata Halal Indonesia di Era Next Normal’ secara virtual, Jakarta (09/06/2022).

Indonesia memiliki destinasi wisata halal yang besar diberbagai wilayah. Misalnya pada daerah Aceh, Lombok, NTB, Kepri, Sumatera Barat dan Jakarta. Akan tetapi pengembangan sektor pariwisata halal tidak boleh hanya menitik beratkan pada objek wisatanya saja.
“Perlu ada keselarasan peningkatan kapasitas para pelaku usaha pariwisata, khususnya dalam bidang pemasaran yaitu branding,” sebut Anggota Komisi I DPR RI Dapil Aceh I.

Untuk mendukung pengembangan pariwisata halal di era next normal perlu terus digalakkan upaya branding terhadap kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu branding yang dapat kita lakukan, yaitu dengan memanfaatkan kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia dan juga merupakan daya tarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.

“Di Aceh misalnya, budaya dan syariah jika kita kelola dengan baik serta branding yang tepat maka akan menjadi daya tarik yang luar biasa,” sebutnya kembali sekaligus menutup pemaparan.

Sementara itu, narasumber selanjutnya Drs. Wiryanta, M.A., Ph.D selaku Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengatakan bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, dimana penduduk Indonesia dimayoritaskan oleh penduduk dengan usia produktif.

Menurut Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa jumlah generasi milenial di Indonesia sebanyak 26% dan jumlah generasi z di Indonesia sebanyak 27% dari jumlah penduduk di Indonesia. Artinya, struktur penduduk di Indonesia di atas 50% nya adalah generasi muda yang produktif.

“Oleh karena itu, generasi milenial dan generasi Z harus memiliki kompetensi yang tinggi yang dapat menunjang produktivitas nasional,” kata Wiryanta.

Menurutnya, kemajuan teknologi saat ini telah mendukung kegiatan-kegiatan yang produktif di segala kegiatan manusia di kehidupan sehari-hari. Mengutip pernyataan dari Bapak menteri komunikasi dan informatika republik Indonesia Bapak Johnny Gerald plate menyampaikan dalam rangka program literasi nasional Kita semua harus berpegang pada empat pilar, yaitu digital attack, digital culture, digital skill, dan digital cyber.
“Untuk menunjang itu semua kita harus melibatkan generasi milenial dan gen Z untuk berliterasi digital,” ujar Wiryanta.

Sebagai penutup dia mengatakan bahwa literasi digital bagi generasi milenial dan gen Z sangat perlu dilakukan, bukan hanya untuk mengetahui teknologi, tapi juga untuk menguasai, memanfaatkan dan mengendalikan teknologi digital sebagai upaya untuk membranding pariwisata halal di Indonesia.

Narasumber terakhir, Miswar, MA selaku Founder Program Pascasantri Aceh mengatakan bahwa wisata halal merupakan konsep pariwisata yang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dengan tujuan memberikan fasilitas dan layanan yang ramah terhadap wisatawan muslim, yang juga dapat dinikmati oleh
“Wisata Halal bukan wisata religi. Wisata Halal bukan Islamisasi wisata sehingga semua hal dalam lingkungan wisata tersebut disesuaikan dengan nilai-nilai syariah,” kata Miswar.

Jumlah wisatawan Muslim meningkat dengan cepat dalam lingkup global. Master Card Crescent Rating, sebuah lembaga penelitian yang melacak perjalanan ramah Muslim, mencatat bahwa jumlah wisatawan Muslim telah tumbuh hampir 30% sejak tahun 2016.

Sementara itu, The State of the Global Islamic Economy Report 2018/2019 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat Islam di dunia mencapai USD 2.1 triliun pada tahun 2017 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD 3 triliun pada 2023.

“Jumlah ini akan terus meningkat dan mencapai 27.5 persen dari total populasi dunia pada 2030,” sebut Founder Program Pascasantri Aceh.

Menurutnya,wisata halal harus menjadi ikon kebangkitan budaya islam, sekaligus kampanye bagi dunia bahwa dunia Islam juga terdapat objek-objek wisata yang mengagumkan sekaligus bentuk warisan budaya.

“Dengan adanya wisata halal ini, maka masyarakat dunia diperkenalkan terhadap keluhuran dan kebesaran budaya islam,” pungkasnya.