BEKASI | Tawuran dua (2) geng motor yang terjadi pada tanggal 11 Juli 2021 di Jl. Raya Jatirasa, Gang H. Embin RT 07/3, Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat merujung maut. Dalam peristiwa tersebut, polisi telah berhasil mengamankan 1 orang pelaku pembacokan yang menewaskan FSI (19), sedangkan 1 pelaku lagi masih dalam pengejaran.
Rentetan peristwa itu diketahui adanya tantangan dari geng motor Troublemaker kepada geng motor Jenderal Pekayon 505. Meski diketahui ada 5 kelompok yang terlibat dalam insiden tersebut. Hal itu dikatakan Mantan Ketua LPSK Kombes Pol (Purn) Ketut Sudhiarsa yang juga sebagai pengacara paska sidang pembelaan terhadap lima (5) ABH, sebut saja AS (17), ANE (17), MRA (15), SA (17), dan AW (17) di Pengadilan Negeri Bekasi, Senin (9/8/2021).
“Kalau kita pelajari, itu bukan 2 kelompok yang terlibat. Hasil fakta dipersidangan yang lalu sudah saya sebutkan ada 5 kelompok remaja, 3 diantaranya kelompok geng motor Traoublemaker, Jenderal Pekayon 505, dan All Start. Sedangkan rumskal24official dan Enjoy Mabes adalah kelompok group akun instagram (IG) Games Online. 2 kelompok itu bukan geng motor ya. “kata Ketut Sudhiarsa.
Lebih rinci, Sudhiarsa menyebut kelompok rumskal24official yang semuanya ABH (anak dibawah umur) juga ditangkap dan ditahan dengan tuduhan Pasal 170 ayat (2) KUHP, Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 oleh penyidik subdit 2 Resmob Polda Metro Jaya. Padahal kata pengacara, kelima ABH itu bukan pelaku dan juga bukan orang yang membantu pelaku pembacokan hingga terjadinya 1 orang meninggal dunia.
“Korban dari kelompok geng motor all start, itu berdasarkan IG korban loh. Korban diajak oleh temannya (Joki) dari geng motor Troublemaker. Kan polisi juga sudah mengamankan pembantu pelaku lainnya yakni R dan A yang terlibat dalam insiden tawuran itu. R dan A ditangkap dan ditahan karena membawa sajam (celurit). Tapi kenapa polisi juga menangkap dan menahan AS (17), ANE (17), MRA (15), SA (17), dan AW (17), disituh sudah jelas tidak adanya keterlibatan kelima anak ABH. “ucapnya.
Penerapan pasal terhadap kelima ABH, Sudhiarsa menilai penyidik subdit 2 Resmob Polda Metro Jaya tidak melihat adanya pembagian pasal yang berbeda, semua pasal disama ratakan dengan pelaku. “Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian semua pihak bahwa Pasal 170 ayat (2) atau Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 yang diterapkan ke 5 ABH AS (17), ANE (17), MRA (15), SA (17), dan AW (17) salah kaprah. “jelas Sudhiarsa.
Sementara pendapat pakar hukum R Sianturi dan Sofyan juga menjelaskan penerapan Pasal 170 ayat (2) adanya pertanggungjawaban mandiri yang bersifat subject pelaku langsung.
Penjabaran dan teori hukum kata Sudhiara bahwa kelima ABH bukanlah subject pelaku seperti yang dijelaskan melalui pendapat pakar hukum R Sianturi dan Sofyan, “AS (17), ANE (17), MRA (15), SA (17), dan AW (17) bukan subject pelaku, kelimanya hanya melihat kejadian meski berada diarea TKP dengan radius jarak kurang lebih 10 meter dari pembantaian yang dilakukan oleh pelaku A dan S yang berasal dari geng motor Jenderal Pekayon 505 terhadap korban FSI (19). “ungkap Sudhiarsa.
Penerapan pasal yang salah dan telah menyangkakan keterlibatan AS (17), ANE (17), MRA (15), SA (17), dan AW (17) adalah kesalahan fatal. Sudhiarsa menjelaskan berdasarkan isi dari Pasal 170 ayat (2) KUHP bahwa pertanggungjawaban pidana hanya untuk subject pelaku, dan bersifat mandiri/personal, bukan untuk oranglain. Maka kelima ABH itu jelas sangat tidak berkaitan atas pasal yang diterapkan penyidik.
“Harusnya kelima ABH ini dikenakan pasal 170 ayat (1) karena hanya ikut-ikutan, dan juga tidak melakukan apapun di area eksekusi pembacokan. Kan sudah jelas bahwa mereka itu berada dijarak 10 meter dari TKP pembacokan. Mangkanya ini sudah salah menerapkan Pasal, dan Hakim wajib membebaskan kelima ABH itu. “ulas mantan Ketua LPSK ini.
Selain itu, Sudhiarsa juga menyebut penangkapan dan penahanan kelima ABH ini sudah dari awal, dia merinci tidak adanya surat penangkapan dan penahanan yang dikirim ke keluarga, “saya dalami itu, memang benar tidak ada tuh surat penangkapan dan penahanan dari penyidik ke orangtua dari 4 ABH, penyidik hanya mengirim ke 1 keluarga ABH AS (17). “ujarnya.
Kesalahan penyidik lainnya kata Sudhiarsa melalui keterangan para orangtua ABH tidak adanya pendampingin dari para orangtua ABH saat di BAP. “boro-boro didampingi, orangtua menawarkan pengacara ajah ditolak kok sama penyidik. Mereka mengakui ke saya, kedatangannya ke penyidik hanya membacakan hasil BAP yang sudah dibuat dan tinggal ditandatangani para orangtua ajah. Ingat kelima ABH itu masih dibawah umur dimana hukum pidana mewajibkan adanya pendampingin orangtua dan pengacara. “bebernya.
Kasus tersebut kata mantan Perwira Polisi ini telah dilakukannya rekontruksi pada hari Minggu (25/72021) lalu, dari rekonstruksi tersebut dikatakanya sangat jelas dan digambarkan bahwa AS (17), ANE (17), MRA (15), SA (17), dan AW (17) berada pada radius kurang lebih 10 meter dari TKP tewasnya FSI (19). “Kelima anak itu hanya menonton sambil duduk diatas motor loh. Maka disini jelas kelimanya tidak memiliki peran apapun dalam rangkaian tuduhan Pasal 170 ayat (2), atau Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55. harusnya yang lebih tepat itu penyidik menjadikan mereka sebagai saksi sehingga kasus ini bisa terungkap sesuai prosedural hukum yang berlaku. “bebernya.
Dalam keterangannya, Kombes Pol (Purn) Ketut Sudhiarsa meminta Kadiv Propam Mabes Polri untuk memeriksa tim penyidik Subdit 2 Resmob Polda Metro Jaya atas ketidak becusannya dalam menerapkan pasal-pasal serta menangani perkara tawuran di Jatirasa.
“5 ABH itu tidak bersalah, kenapa harus dikenakan pasal yang sama dengan pelaku. Oleh sebab itu, Propam dan Paminal Mabes Polri harus periksa tim penyidik itu. Karena ulah mereka jadinya Jaksa melakukan copy paste. “Geramnya.
Sebelumnya dalam sidang tuntutan Jum’at (6/8/2021) JPU telah menuntut kelima ABH 4 tahun penjara. Sudhiarsa menilai Arif Budiman selaku Jaksa Penuntut Umum telah mendramatisir peristiwa dan melakukan kesalahan. “kenapa saya katakan JPU salah, karena dia melakukan upaya-upaya pembenaran penyidik resmob subdit 2 Polda Metro Jaya tanpa adanya rincian penyidikan lanjutan untuk mengungkap fakta sebenarnya. Dalamhal ini, JPU juga dapat saya katakan hanya menggunakan Teori copy paste. “rincinya.
Dijelaskan Pengacara bahwa sesuai pasal 40 UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana Anak, dimana rentetan peristiwa6 tersebut hingga adanya proses penangkapan dan penahanan terhadap kelima (5) ABH yang dimaksud diatas bisa batal demi hukum. “Logikanya begini ya, kalau sudah di tempat penyidikan,dan Undang-Undang menyatakan batal demi hukum maka di Kejaksaan dan Pengadilan juga Batal demi hukum, artinya proses hukum tidak lanjut. “pungkasnya.[]