Mayoritas Pelaku Perambah Kawasan Hutan adalah Perusahaan Pendatang

Spread the love

Jakarta – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Aminuddin menyampaikan bahwa Komisi IV DPR RI banyak mendapat data dan informasi yang menyebutkan bahwa pelaku perambahan dan perusakan kawasan hutan sebagian besar adalah perusahaan pendatang. Mayoritas perusahaan perambah kawasan hutan secara besar-besaran adalah spekulan lahan dan mafia bisnis sawit.

Hal ini disampaikan Hasan dalam rapat dengar pendapat Panja Mengenai Penggunaan, Pelepasan, dan Perusakan Kawasan Hutan Komisi IV DPR RI dengan Dirjen Planologi Kehutanan dan Lingkungan serta Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK membahas masalah penegakan hukum penggunaan dan pelepasan kawasan hutan non prosedural, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/3/2021).

“Hanya sebagian kecil perambah yang benar-benar miskin dengan jumlah pengusahaan lahan kecil atau sekedar buruh upahan. Para spekulan, perambahan dan pembakaran kawasan hutan berdampak langsung pada kehidupan dan mata pencaharian penduduk asli. Di sisi lain ekosistem hutan juga semakin rusak. Sejumlah tumbuhan dan satwa liar dilindungi hilang dan kian terdesak dari habitatnya,” ucap Hasan.

Hasan mengatakan, pembentukan Panja Penggunaan, Pelepasan, dan Perusakan Kawasan Hutan dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan Komisi IV DPR RI ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif penyelesaian permasalahan penggunaan pelepasan dan perusakkan Kawasan hutan pasca diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan serta Perpres Nomor 24 Tahun 2021 Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Denda Administratif di bidang Kehutanan.

“Oleh karenanya Komisi IV DPR RI ingin mendapatkan informasi dari Kementerian LHK mengenai beberapa hal, yakni penggunaan dan pelepasan kawasan hutan yang tidak prosedural, serta kejahatan perusakan kawasan hutan, pelaksanaan kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan, baik kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak, kewajiban rehabilitasi daerah aliran sungai, maupun kewajiban menyediakan lahan pengganti,” paparnya.