Para Pengaju Pelepasan Lahan Register Mempertanyakan Kemana 50.000 Sertifikat Dari Presiden Jokowi Untuk Prov. Lampung

Spread the love

Bandung,  Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) melakukan penyerahan 1 juta sertifikat hak atas tanah secara virtual kepada masyarakat di seluruh Provinsi di Indonesia. Untuk di Provinsi Lampung ada 50 ribu sertifikat tanah yang diserahkan kepada masyarakat melalui Gubernur Lampung Arinal Djunaidi di Hotel Emersia, Bandar Lampung, Senin, 9 November 2020 lalu.

Melalui seluler di waktu dan tempat yang terpisah maka Redaksi meminta tanggapan dari Tiga orang Kepala Desa, yakni -Setiawati (Kepala Desa Sukapura, Kab. Lampung Barat) , Sukarma (Kepala Desa Tribudisyukur, Kab.Lampung Barat) dan Solichin (Kepala Desa Mulyorejo, Kab.Pringsewu)

“Keberadaan kami di Sukapura ini terhitung sejak tahun 1950-an, dengan luas lahan 1200 Hektar, jumlah KK 1.124 dan jumlah pembayaran PBB di tahun 2019 lalu sekitar Rp.53,9 juta. Berarti desa dan warganya memang ada, bukan ghoib.  Desa Sukapura lahir melalui program Biro Rekonstruksi Nasional (BRN), dimana sebanyak 250 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 680 jiwa dari wilayah Jawa Barat, yakni Kabupaten Tasikmalaya ditransmigrasikan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Dan beliau sendiri yang hadir langsung meresmikan daerah ini tanggal 14 November 1952. Jadi, secara historis, keberadaan masyarakat transmigrasi Sukapura dilegalisasi oleh Pemerintah Pusat. Dan semua usaha pengelolaan tanah untuk penghidupan oleh warga tersebut dilegalkan dan didukung oleh Pemerintah. Sehingga, secara moral, etis, konstitusi dan ideologis, Generasi kedua dan ketiga warga Sukapura ini ‘wajib’ mendapatkan keadilan dan haknya untuk dapat memiliki Status legal kepemilikan tanah yang mereka olah/kelola selama kurang lebih 68 tahun,  sebagaimana warga transmigran lainnya di daerah NKRI lainnya juga sudah diberikan status legal kepemilikan lahan. Maka kami yakin diantara 50.000 sertiifikat dari Presiden Jokowi itu ada nama Desa Sukapura”, demikian Setiawati.

“Bagaimana kalau tidak ada lagi?”, pancing redaksi. “Saya akan terus kejar Presiden Jokowi bukankah saat Pilpres 2014 dan 2019 suara beliau menang disini?,  itu sebagai tanda bahwa kami berharap sejak tahun 2014 lalu beliau melepas status Register 45-B desa kami. Sudah sekitar 68 tahun lamanya kami meminta hak legal kepemilikan tanah ini. Saat ini terdapat sekitar ± 500 KK yang bermukim di Desa Sukapura. Terlebih lagi, Sukapura sudah ditetapkan sebagai sebuah desa yang diakui keberadaan serta kedudukannya dengan berbagai fasilitas umum telah berdiri kokoh seperti Sekolah Dasar, infrastruktur jalan, tempat Olahraga, masjid dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Kami meminta agar Pemerintah Pusat mencabut Hutan Lindung Register 45-B Bukit Rigis yang mencaplok sebagian tanah yang telah lama dikelola oleh masyarakat. Kami berharap sebelum bulan Maret 2021 terealisasi”, ujarnya kemudian menutup telepon karena ada giat lainnya.

Redaksi pun meminta tanggapan dari 2 Kades lainnya, Sukarma (Kepala Desa Tribudisyukur, Kab.Lampung Barat) dan Solichin (Kepala Desa Mulyorejo, Kab. Pringsewu),  di seluler yang berbeda, dapat kami simpulkan kemudian harapannya tidak berbeda dengan Desa Sukapura, yaitu:
1.Harapan besar saat ini ada di tangan Presiden Jokowi apalagi beliau bisa menggunakan hak preogratifnya untuk melakukan intervensi agar Menteri LHK, Menteri ATR/BPN dan terkait lainnya segera mengeluarkan Surat pelepasan atas lahan/tanah yang tersebar di Provinsi lampung sekitar 19.506 hektar (LAMBAR 6 Desa: Sukapura, Tribudisyukur, Tugu ratu, Banding Agung, Roworejo dan Sidorejo), (LAMTIM 3 Desa; Mekarmulyo, Trisinar dan Mekarmukti) dan LAMSEL 6 Desa ; Desa Sidoharjo, Sinar Rejeki, Sumber jaya, Margo Lestari , Karang Rejo dan Purwotani

2. Di ke-15 Desa saat Pilpres 2014 & 2019 lalu suara Presiden Jokowi selalu menang, salah satunya mereka berharap dengan kepemimpinan Presiden jokowi ada solusi dan realisasi atas kepemilikan atas lahan/tanah mereka .

3. Ada pengukuran tanah desa yang senantiasa berubah-ubah bahkan memasuki lahan warga

4. Ada banyak bukti di Prov. Lampung yang awalnya status Register kemudian mendapatkan Pelepasan status dan mendapatkan sertifikat

5. Ada ketidak-singkronan informasi antara LHK dan ATR/BPN dilapangan. Register dapat dilepas jika LHK memberikan wewenang kepada ATR/BPN dan sebaliknya. Namun atas poin 4 diatas mengapa bisa terjadi?.

6. Pasca Libur Tahun baru mereka akan ‘menggeruduk’ Istana Merdeka Jakarta menemui langsung Presiden Jokowi dengan segala cara dan upaya.

Masih melalui seluler, hal senada disampaikan oleh para Kordinator Pengaju, Arief P.Suwendi, Een H. Prayuda, Endang Ruwaliyana , Jimmmy Hongarius dan Widiarata ‘Bibib dari KoranJokowi.com, Alumni Kongres Relawan Jokowi 2013 (AkarJokowi2013) dan Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia (Alwanmi). Yang ke-5 nya membenarkan bahwa selama ini mereka melakukan ‘pendampingan’ kepada 15 Desa tersebut.

“Semua ini karena komunikasi tidak dilakukan dengan baik oleh Kementerian terkait, bahkan dalam kasus Desa Sukapura, Kantor Staf Presiden RI telah mengeluarkan surat rekomendasi no. no.B-56/KSP/D.05/08/2019, tanggal 26 Agustus 2019 yang intinya notulen rapat tindak lanjut tingkat kementerian penangangan konflik agraria sektor kehutanan yang terkait dengan aset BUMN dengan sifat segera (14 hari kerja) yang ditujukan kepada 26 kepala daerah (termasuk Bupati Lampung Barat) juga ditembuskan kepada 16 lembaga negara lainnya (KSP, KemenLHK, Dirjen Planologi Kehutanan dan tat-lingkungan-KemenLHK & 13 Kabalai Pemantapan Kawasan Hutan Provinsi, termasuk Prov. Lampung) . Yang juga berisi ‘amanah’ pelaksanaan dilakukan dalam 14 hari kerja (26/8/2019 – 15/9/2019), termasuk untuk Desa Sukapura dan sekarang sudah akhir tahun 2020, berarti sudah hampir satu tahun. Ada apa sih sebenarnya?”, ujar Arief selaku Kordinator Nasional.

“Ke-15 Desa hanya berharap adanya legalisasi Surat pelepasan,maka wajar saja mereka berharap diantara 50.000 sertifikat yang diberikan Presiden Jokowi ke Prov. Lampung itu semuanya terdaftar dan menerima sertifikat. Ini tidak ada tukar-guling ya, mereka itu bukan perambah hutan bahkan hutan yang merambah pemukiman warga. Banyak saksinya dan bukti bagaimana itu dilakukan dengan sengaja, kordinat dan penlok berubah-ubah”, kata Een – Wakil KordNas di seluler lain.

“Kami memang mendampingi ke-15 desa hampir satu-tahun ini sebagaimana kami mendampingi program lain seperti Bedah rumah, Parekraf, Sumur Bor di Desa Purwosari Lamsel, Konflik tanah warga di Penagan Ratu Lampung Utara, Sudetan Danau di kec.Suoh Lambar, Hingga kasus dugaan korupsi di Pakpak Bharat yang telah kami laporkan juga ke Mabes Polri, KPK dan KSP lalu. Karena kami adalah Relawan Jokowi Non-partisan, bukankah Presiden Jokowi di tahun 2014 lalu meminta relawannya ber-merta-morposa selaku The Agent of change?, nah ini kami lakukan. Salahnya dimana?”, jawab Endang – KordProv. Pulau Sumatera di seluler lain sekaligus menutup tulisan ini.