Raih Gelar Doktor Hukum, Shoichi Oni: “Indonesia Harus Hindari Penyelesaian Sengketa Melalui ISDS, Karena Merugikan Negara”

Spread the love

Jakarta, Pemerintah Harus Kaji Ulang Sistem Penyelesaian Sengketa Investasi dan Membuat Aturan Khusus Demi Menjaga Kepercayaan Asing Terhadap sistem Peradilan .

Shoichi Oni berhasil mempertahankan disertasi dihadapan sidang akademik Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Sabtu (15/08). Warga Negara Jepang yang juga Ketua Umum Organisasi Muslim Jepang (Japan Muslim Association) itu berhasil mempertahankan disertasi dengan judul “Privatization of Public Law in The Case of International Law Investment Law” (“Privatisasi Hukum Publik Dalam Permasalahan Hukum Investasi Intenasional.”). Disertasi doktor Oni dinilai merupakan kajian yang bagus dan isinya memberikan kontribusi besar bagi pemerintah Indonesia.

Dalam Disertasinya, Oni berpendapat bahwa selama ini partisipasi Indonesia dalam International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) lebih banyak dirugikan daripada diuntungkan. Indonesia sebagai Negara tuan rumah (Host State) lebih sering harus membayar ganti rugi kepada investor asing yang menggugat pemerintah. Sekalipun pemerintah Indonesia dimenangkan, namun biaya untuk membayar pengacara internasional saja sudah memakan jutaan Dolar Amerika. Apalagi jika pemerintah Indonesia kalah dalam ICSID.

Dalam  disertasinya Oni menggagas agar pemerintah memprioritaskan dan memperkuat konsep perjanjian bilateral investasi (Bilateral Investment Treaties-BIT) antar Negara secara bilateral. Di dalam petjanjian Bilateral dapat diatur mengenai penyelesaian sengketanya. Untuk mengantisipasi investor yang, belum memberikan kepercayaan kepada sistem hukum di Indonesia. Oni menawarkan skema agar pemerintah menyiapkan konsep dan tata cara baru dalam rangka penyelesaian perselisihan antar Negara secara Bilateral. Cara ini setelah diteliti hasilnya jauh lebih efisien dan menguntungkan pemerintah Indonesia.

Ada beberapa poin yang menjadi catatan penting dalam disertasi ini, antara lain: Pertama, UU N0. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal di Indonesia harus segera diamandemen, karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. ISDS memberikan kerugian khususnya secara finansial bagi negara tuan rumah (host state). Hal ini disebabkan karena sistem ISDS memungkinkan investora asing untuk menggugat langsung Indonesia selaku negara tuan rumah di ICSID. Kedua, adanya ketentuan ICSID yang memberikan hak bagi investor asing untuk meminta ganti rugi atas kesalahan yang dilakukan oleh pejabat, organ pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, hakim pengadilan, anggota parlemen dan kabinet serta individu terkait lainnya dari host state. Tentu saja hal ini sangat memberatkan pemerintah Indonesia, karena SDM pegawai PNS diberbagai daerah sangat berbeda, sehingga dengan mudah bisa digugat.

Ketiga  penyelesaian sengketa yang melibatkan Foreign Direct Investors-FDI (investor asing langsung) tidak hanya berbasis pada investasi komersial tetapi juga investasi di bidang Sumber Daya Alam (SDA). Keempat, penyelesaian sengketa investasi melalui badan arbitrasi ICSID membutuhkan waktu, biaya dan upaya hukum yang sangat besar. Dimana satu proses pengadilan bisa menelan biaya hingga USD 1.8. Seperti Kasus Mining PLC dan Planet Mining Pty. Ltd. vs Republik Indonesia. Kondisi ini menggambarkan secara jelas bahwa sistem hukum investasi internasional yang berkembang memberi manfaat besar kepada investor asing daripada Negara tuan rumah.

Persoalannya apakah Indonesia sebaiknya keluar dari ICSID atau tetap berada di ICSID dengan catatan tidak menyelesaikan sengketa melalui ISDS. Karena penyelesesaian sengketa melalui ISDS inilah yang dianggap sangat merugikan Indonesia. Disertasi Oni dipromotori oleh Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M dan Dr. Maria Soetopo sebagai co-promotor dan tim penguji yakni Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo. Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H., M.H., Dr. Susi Susantijo, S.H., Prof. Bintan R. Saragih. S.H., serta Dr. Henry Soelistyo, S.H., LL.M.

Untuk itu, dalam rangka menjaga investasi untuk kepentingan nasional dengan tetap memberikan perlindungan terhadap asset dan keamanan dalam berinvestasi, dalam kesimpulannya Oni menyimpulkan bahwa: 1. Pemerintah harus mempertimbangkan untuk menghapus/tidak menggunakan system ISDS dalam penyelesaian sengketa arbitrase lntemasional. Sengketa FDI sebaiknya diselesaikan melalui hukum domestik, selanjutnya untuk mengamandemen UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

2. Berdasarkan pengalaman penyelesaian sengketa melalui ISDS, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan biaya yang sangat tinggi yang dinilai tidak efisien dan bahkan tidak adil. Direkomendasikan untuk mendapatkan persetujuan DPR untuk memastikan keabsahan lSDS dalam BIT dan UU Penanaman Modal, khususnya jika didalamnya menyangkut sumber daya alam. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin legitimasi dan kedaulatan Indonesia, sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Perjanjian Intemasional dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 13 / PUU-XVI/2018. IIA dan BIT dengan sistem ISDS harus diperiksa secara khusus apabila mengacu pada.

3. Altematif yang paling menguntungkan dan layak untuk menyelesaikan sengketa FDI adalah menggunakan pengadilan domestik (kerangka hukum Indonesia). Sebagai rekomendasi jangka pendek adalah dengan mengamandemen hukum perdata intemasional dan undang-undang arbitrase. Adapun , sebagai rekomendasi jangka panjang adalah dibentuknya pengadilan khusus untuk menyelesaikan sengketa intemasional.

Disertasi ini sangat bermanfaat sebagai masukan dan referensi bagi pemerintah dan pembuat kebijakan dalam mem buat/mengamandemen UU investasi atau aturan terkait lainnya. Melalui disertasi ini diharapkan nantinya pemerintah Indonesia mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pembangunan nasional, meningkatkan kepercayaan investor asing (FDI) dan melindungi Indonesia dari kerugian pembayaran kewajiban kepada investor asing. Tentunya hal tersebut dilaksanakan dengan tetap melindungi kepentingan umum dan negara serta memperhatikan prinsip-prinsip hukum intemasional yang berlaku.  Shoichi Oni merupakan doktor ke-75 di Universitas Pelita Harapan.