Jakarta – Ketua Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Mustofa Hadi Karya atau yang biasa disapa Opan dalam konferensi Pers nya di Sekretariat Forum Wartawan Jakarta, Gedung Dewan Pers, Lt. 3 Kowari Jakarta Pusat menyebut penerapan pasal 14 Undang Undang No.1 tahun 1946 dan atau pasal 378 KUHP Jo pasal 55 KUHP yang dikenakan kepada R. Totok Santoso dan Fanny Aminadia saat menggelar kegiatan Kirab Budaya Keraton Agung Sejagad (KAS) di Purworejo pada 10 Januari 2020 lalu sangat dipaksakan.
Opan juga mengkritisi kinerja kepolisian Polres Purworejo atas laporan LP/A/3/I/2020/JTG Res Pwr tanggal 14 Januari 2020 merupakan sebuah bentuk diskrimintatif terhadap kedua orang yang kini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Purworejo.
“Cukup menggelitik juga apa yang dituduhkan kepolisian Polres Purworejo terhadap Totok dan Fanny. Mereka disangkakan telah membuat keonaran dan penipuan, namun fakta investigasi yang kami temukan pekan lalu, tidak kami temukan adanya testimoni keonaran saat kirab budaya itu berlangsung, bahkan soal penipuan yang dituduhkan penyidik polres Purworejo dengan pasal 378 KUHP jadi leluconan saja. Pelaporpun tak ada, tapi kok bisa ya dikenakan pasal 378 KUHP. “Beber Opan di Jakarta (7/8/2020) sore.
Dalam temuannya, ia menilai ada beberapa kejanggalan. Hal itulah yang mendorong Forum Wartawan Jakarta terpamggil guna mengungkap tabir sesungguhnya. Menurut Opan, seharusnya kepolisian melakukan uji materi kelayakan terhadap sebuah kegiatan tersebut. Bahkan ia meyakini kegiatan bermasyarakat, sosial dan budaya adalah hal yang harus didukung oleh semua pihak.
“Penyelenggara kegiatan waktu kami temui dilokasi kejadian menyatakan segala bentuk birokrasi pemberitahuan untuk digelarnya kegiatan Kirab Budaya tersebut telah dijalaninya, dari tingkat RT, RW, Kades, Koramil, dan Polsek, hanya saja ketika surat-surat itu dilampirkan ke Polres Purworejo dan hilang. Tiba-tiba muncul pemberitaan pada tanggal 11 Januari 2020 yang menyebut Kasat Intel Polres setempat tak berikan ijin keramaian. “Cukup aneh singgungnya.
Dalam dokumentasi yang didapati, dan dari berbagai sumber yang ditemui, ia mengurai satu persatu, bahkan tidak terlihat adanya keonaran, bahkan dilokasi gelaran Kirab Budaya Keraton Sejagad nampak jajaran kepolisian, TNI, dan ratusan warga Purworejo yang sangat tertib serta kondusif hingga acara selesai. Namun keesokan harinya muncul pemberitaan disalah satu media online yang memberitakan bahwa kegiatan Kirab Budaya Keraton Sejagad tak berijin dan gegerkan warga.
“Kami sudah kroscek berbagai informasi disana, fakta persidangan menyebut sang wartawan yang mempublikasikan dengan judul-judul nyeleneh dan isi berita yang tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik telah menggiring opini negatif hingga kepolisian menetapkan penangkapan serta penahanan terhadap Totok dan Fanny dengan tuduhan pasal yang mengada-ngada. “Ucap Opan.
Berdasarkan rentetan panjang kisah klasik tersebut, Opan meyakini keonaran sesungguhnya bersumber dari pemberitaan yang muncul dari satu media online, dan lucunya kepolisian melakukan penangkapan serta penahanan terhadap Totok dan Fanny dari sebuah pemberitaan yang tidak mendasar. Karena secara realita dan fakta dilapangan berbanding 180 derajat.
“Menurut saya, itu hanya kekonyolan yang dipaksakan, karena pengakuan si wartawan (sebut inisial H) itu ketika Kirab Budaya berlangsung, dirinya mengatakan ada dilokasi, dan tidak melakukan konfirmasi atas kegiatan yang berlangsung kepihak panitia penyelenggara. Isi beritanya memuat komen dan lemparan publish dari Facebook, instagram dan group WhatsApp. Artinya isi pemberitaan media online tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagai bentuk karya jurnalistik “Cecer Opan.
Berawal dari munculnya pemberitaan opini dan menjustice negatif Kirab Budaya Keraton Sejagad, hingga menggelembung opini dan membentuk fase penjeratan hukum adalah sebuah real time pengskenarioan belaka.
“Kami sudah bedah dengan team dan beberapa sumber yang specialist dibidangnya, dengan mengurai peristiwa sebelum terjadinya penangkapan tanggal 14 Januari, pihak panitia sudah menghubungi si wartawan itu melalui pesan singkat whatsappnya, dia mengutarakan keberatan atas isi berita yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan, bahkan panitia telah mengirimkan bentuk Hak jawabnya, namun tidak dimunculkan dalam pemberitaan di media online tersebut, bahkan panitia penyelenggara berniat memanggil untuk ngopi bareng para wartawan di tanggal 14 Januari 2020. Anehnya, belum terjadi ngopi bareng untuk mengklarifikasi pemberitaan yang telah beredar di media online itu, polisi telah menangkap Totok dan Fanny ditengah perjalanan menuju lokasi Kirab Budaya tempat diselenggarakan sebelumnya. “Ulas Opan.
Berdasarkan keterangan langsung dari si wartawan (inisial H.red) itu, dirinya banyak menerima telpon dari penyidik dan buser Polres Purworejo dan Polda Jateng, maka muncul siasatnya menggiring Totok dan Fanny untuk masuk jebakan mereka.
“Itu diakui sendiri loh sama si wartawannya ketika kami ajak ngobrol di alun-alun Purworejo lepas magrib pada hari Selasa tanggal 4 Agustus 2020, dirinya mengklaim bahwa kepolisian bersamanya akan mencari orang untuk membuat laporan kepolisian agar Totok dan Fanny terjerat hukum. ‘Kan begitu mas, ditangkap dulu, lalu kita cari orang untuk buat laporan kepolisian, tapi saya kecewa karena Polres Purworejo dan Polda Jateng gak ngasih reward ke saya. “Kata si wartawan kepada tim Forum Wartawan Jakarta saat itu.
Dalam peristiwa ini, Opan juga mengakui telah menyuratkan keberbagai pihak, yakni ke Kapolres Purworejo, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Purworejo, Kepala PN Purworejo, kepara pengacara Totok dan Fanny, dewan pers, dan selebihnya akan dikirimkan ke Kapolda Jateng, Kabag Propam Polda Jateng, Kabag Wasidik Polda Jateng, dan redaksi media online tersebut.
“Ya surat-surat itu sebagian sudah kami kirimkan, nanti selebihnya akan kami layangkan kembali sebagai bentuk surat konfirmasi pembuktian fakta. “Tegas Opan.
Ia berharap Hakim dapat lebih bijak menentukan keputusan terhadap Totok dan Fanny, bahwa apa yang diterapkan kepolisian merupakan sesuatu yang tidak pas dan keluar dari mekanisme serta aturan-aturan yang ada.
Ditempat yang sama, Lemens Kodongan selaku dewan penasehat Forum Wartawan Jakarta juga menyayangkan adanya kasus-kasus seperti yang dialami Totok dan Fanny. Menurutnya, kepolisian harus Promoter (Profesional, Modern dan terpercaya) untuk mrngungkap kebenaran, dan bukan sebuah opini pembenaran yang hanya berdasarkan pengelembungan opini pemberitaan.
“Promoter itu kan sesuatu yang harus dijunjung tinggi, kepolisian janganlah terlalu cepat menetapkan pasal dan menangkap orang, kan ada mekanisme yang harus dijalaninya. Beri contohlah kepada masyarakat dalam bertindak yang sesuai aturan, dan jangan membuat hukum di negeri ini menjadi tidak karuan, “pungkasnya.