SUARAPEMBAHARUAN.ID – Persoalan sampah Indonesia masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya selesai terselesaikan, meskipun pemerintah pusat dan daerah terus berupaya mengatasinya.
Salah satu menjadi sorotan adalah sampah kemasan atau sachet, di mana Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50%. Diprediksi jumlah kemasan sachet yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada tahun 2027.
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi menyampaikan setidaknya banyak sampah sachet yang ditemukan selama Greenpeace melakukan audit merek.
“Bahkan selama audit merek oleh green peace, sampah sachet di temukan ada tahun produksi 1999 dengan kondisi yang sangat bagus dan hanya saja warna yang semakin pudar”, ujar Atha dalam sebuah diskusi di Jakarta,Rabu (4/3/2020).
Jadi dapat di kesimpulan lanjutnya, bahwa sampai plastik dapat bertahan dalam tanah dan bisa terurai memakan waktu yang cukup lama.
“Usaha menekan sampah sachet, maka dibutuhkan regulasi bukan hanya ditujukan bagi masyakarat semata tetapi untuk industri pun harus di berlakukan untuk mengurangi produksi plastik yang setiap tahun naik”, katanya.
Pertanggungjawaban terhadap industri plastik pun di lontarkan Pengamat persampahan Sri Bebassari dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa produsen memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah sachet yang mereka hasilkan.
“Kita seharusnya mengacu pada Pasal 15 Undang-Undang nomor 18 tentang Pengelolaan Sampah. Disitu disebutkan bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan dari produk yang mereka buat”, kata Sri.
Selain itu, ia melanjutkan, hal ini juga seharusnya menjadi perhatian Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam memberi ijin produksi.
“Pada saat produsen meminta ijin produksi, Kemenperin harus lebih dulu meminta semacam proposal dari industri tentang rencana atau strategi setelah barang mereka dikonsumsi’,ungkapnya.
Bahkan menurutnya ,Strategi ini harus bisa menjawab solusi dari persoalan potensi sampah yang akan dihasilkan produknya. Jika produsen tidak punya strategi, maka Kemenperin seharusnya tidak memberikan ijin produksi.
Selain industri yang turut ikut bertanggung jawab, Pris Polly Lengkong selaku Letua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) juga berharap pemerintah juga memperhatikan nasib para pemulung di Indonesia dengan menghargai sampah sachet dari kemasan produk makanan dan minuman.
“Di Indonesia, sampah kemasan plastik produk makanan dan minuman sachet serta produk lainnya tidak ada harganya”,ujarnya.
Hal itu yang membuat pemulung lanjutnya, enggan mengambil dan mengumpulkan sampah kemasan sachet untuk dijual sebagai bahan daur ulang. Sehingga sampah dari produk sachet dan kemasan ini tidak ikut diambil oleh para pemulung.
“Karena itu kami berharap ada kerja sama dari pemerintah, produsen produk makanan dan minuman kemasan dan juga masyarakat untuk bisa mengatasi masalah ini,” pungkasnya.