Suarapembaharuan.id, Jakarta – Revisi Undang- undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai berbagai pendapat. Termasuk dari Organ Relawan Ninja.
Revisi UU KPK hanya akan membatasi wewenang KPK dalam menyelesaikan berbagai kasus korupsi.
Salah satu yang tidak setuju dengan RUU tersebut adalah Suhadi yang merupakan Ketua Umum dari organ relawan Jokowi “Ninja”.
Menurut Suhadi ada point-point penting yang menjadi dasar untuk menolak adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yang pertama terkait diberi kewenangan untuk SP3, Sebelum suatu perkara itu ditentukan status Tersangka KPK terlebih dahalu melakukan Penyelidikan terlebih dahalu. Jadi tidak gegabah langsung mentersangkakan seseorang, kecuali tertangkap tangan.
Penyelidikan itu dalam rangka mengkaji benar atau tidaknya suatu perkara yang akan disidik ada unsur tindak pidananya, kalau tidak berarti KPK tidak melanjutkan perkaranya. Beda dengan Lembaga lain yang harus menerima laporan dari masyarakat.
jadi proses di KPK unsur dari kata Penyidikan itu sudah menemukan perkara itu perlu ditingkatkan atau tidak, tentunya dengan dua alat bukti sehingga apabila dipandang dari penyelidikan itu sudah terpenuhi dengan unsur 2 alat bukti tersebut, untuk itu KPK akan meningkatkan status dari penyelidikan menjadi Penyidikan, dimana kemudian menentukan siapa tersangkanya, siapa saksinya, alat bukti buktinya dll. Artinya dengan telah ditetapkan sebagai Tsk maka unsur pidananya sudah terpenuhi.
Nah kalau masih ada SP3 menurut Suhadi itu kan Dagelan DPR, atau mungkin DPR tidak mengerti hukum acara yang sudah diatur sedemikian rupa di sistem kerja KPK, mereka punya rambu rambu apakah itu di Penyelidikan maupun di Penyidikan.
Ia kembali menekankan, “Jadi sebelum suatu perkara dinaikan statusnya ke Penyidikan KPK sudah memegang 2 alat bukti, artinya perkara itu sudah layak dan patut dinyatakan sebagai penyidik dan menentukan orang-orang yang ada dalam Penyidikan itu untuk ditetapkan sebagai tersangka, saksi dan juga adanya alat bukti, itu jelas ” Ujar Suhadi. Jadi kalau masih ada SP3 miris dengarnya.
Kemudian terkait dengan masalah Penyadapan, Ketua Ninja ini menjelaskan, “Jika penyadapan itu ada lembaganya, ada dewannya tentu akan kacau, kebebasan kerja KPK sudah pasti tidak max, karena ada pihak lain yg mengatur atau cawe cawe yg selama ini menjadi idepensi KPK. Belum lagi nilai kebocoran dari orang yang sedang di pantau, karena sangat tidak bisa menjamin orang orang tersebut mempunyai agenda lain. Sehingga lambat atau cepat lembaga ini tidak bergigi lagi sebagai lembaga. Lucukan? Lanjutnya.
Lalu point yang ke 3, yang tidak kalah penting masih menurut Suhadi, “Adalah soal penanganan masalah perkara penangkapan diatas 1 milyar, lalu bagaimana dengan perkara OTT sewaktu penangkapan 500 juta misalnya, kemudian KPK harus mundur sedangkan data dari kasus ini mempunyai keterkaitan dengan pihak lain yang jumlahnya cukup besar tapi data hanya di miliki KPK, apakah tetap harus mundur? Lanjutnya bersemangat! Jadi kalau DPR tidak mengerti bagaimana membuat UU yang sebaiknya duduk saja disana sampai akhir masa jabatan”, ungkapnya dengan miris.
Lebih jauh Suhadi juga berharap dan minta tolong kepada pengamat-pengamat yang menurutnya sok pinter, namun Ia tidak menjelaskan yang dimaksud supaya jangan asal bicara dan memberikan pendapat yang aneh-aneh kalau tidak mengerti.
Di akhir pembicaraannya Ketum Relawan yang juga Pengacara ini memberikan pesan ” Kalau memang didalam KPK ada orang-orang yang membawa kepentingan kelompok, membawa kepentingan politik, jangan rumahnya yang harus diganti namun orang-orangnya yang harus dibenahi,” Jelasnya, Suhadi juga menyatakan sangat tidak setuju dengan adanya polisi Taliban dalam tubuh KPK yang sudah jadi rahasia publik. Makanya untuk membenahinya dukung calon Pansel dari KPK, supaya polisi taliban di dapat diatasi sehingga KPK akan lebih baik kedepannya.
“Dan saya sebagai Relawan meminta kepada Presiden hati hati dengan Istilah Revisi, ini semacam bom waktu buat Presiden. Kalau hasil Revisi bagus maka tidak akan menimbulkan masalah, tp kalau hasil revisi melemahkan KPK, saya yakin yang paling banyak di salahkan adalah Presiden, bukan DPR nya karena dia punya alasan untuk cuci tangan”.tutupnya.(rek/Manto)